Santri Takhassus Cinagara Juga Bertani

Santri Takhassus Cinagara Juga Bertani

Pesantren Cinagara

Pondok pesantren tidak hanya menjadi tempat penempaan mental dan spiritual santri, tetapi juga pusat pembekalan hidup melalui ragam skill. Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an Takhassus Cinagara, Bogor, misalnya.

Mereka punya cara tersendiri untuk mengembangkan jiwa entrepreneur para santrinya. Pesantren ini mengajarkan santrinya agar bisa menjadi wirausahawan terutama di sektor pertanian.

Santri yang mondok di Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an Takhassus Cinagara diajarkan untuk budidaya buah-buahan dan sayur-sayuran seperti stroberi dan kangkung. “Di samping membekali santri hafalan Al-Qur’an dan dirosah Islami, kami memberikan life skill, ada budidaya stroberi dan kangkung sampai sekarang masih,” tutur pengasuh Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an Takhassus Cinagara Ustadz Dedi Effendi.

“Harapannya ke depan para santri bisa mandiri dan kreatif memaksimalkan potensi lahan yang ada di sekitar,” imbuhnya.

Meski untuk budidaya stroberi dan kangkung masih belum berskala besar, namun hasilnya sudah dapat dirasakan oleh para santri. Bahkan pesantren pun memperbolehkan santri beternak mandiri dengan memelihara ayam kampung dan burung.

Pesantren juga terus berupaya untuk meningkatkan wawasan santri tentang wirausaha di bidang pertanian. Meski demikian, para santri juga ditekankan untuk menguasai hafalan yang sudah ditargetkan dan mahir membaca serta memahami dirosah Islamiyah sebagai sumber khazanah keislaman. []

 

 

Pengertian Shodaqoh dan Sumber Dalilnya Lengkap

Pengertian Shodaqoh dan Sumber Dalilnya Lengkap

searchPerbesar
Ilustrasi memberi sedekah pada fakir miskin. Sumber: Unsplash
Mengeluarkan sedekah atau shodaqoh merupakan bagian dari ibadah yang perlu dikerjakan umat muslim. Adapun pengertian shodaqoh secara umum ialah memberikan sebagai harta kita untuk orang-orang yang membutuhkan.
AMelansir dari keterangan di laman resmi https://bdkpalembang.kemenag.go.id/ (diakses pada 8/6/21), pengertian shodaqoh juga dapat diartikan sebagai amalan dengan memberikan sesuatu seperti harta/hal lain kepada orang lain tanpa mengharapkan imbalan melainkan hanya mengharapkan pahala dari Allah SWT.
Pengertian Shodaqoh dan Sumber Dalilnya
Menurut sumber lainnya, yakni dari buku Fiqh Islam, Sulaiman Rasjid (2019: 218), pengertian shodaqoh atau sedekah sunnah juga dapat diartikan sebagai bentuk harta yang dikeluarkan oleh orang-orang di jalan Allah seperti halnya memberikan harta kepada fakir miskin tanpa mengaharapkan timbal balik ataupun dilakukan secara suka rela.
Sebagai bagian daripada amalan yang dianjurkan, mengeluarkan shodaqoh sesuai sunnah rasulullah tentu memiliki banyak keutamaan, yakni mampu mendatangkan banyak pahala dari Allah. Pernyataan ini sendiri serupa dengan isi firman Allah SWT dalam surat Al Baqarah ayat 261 dengan terjemahan sebagai berikut:
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah mahaluas (karunia-Nya) lagi maha mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 261).
Berdasarkan isi firman tersebut, maka barang siapa mengeluarkan shodaqoh dengan mengharapkan pahala dari Allah, maka kelak ia akan diberikan ganjaran yang berlipat ganda. Oleh karena itu, ada baiknya jika setiap umat muslim mengamalkan ibadah tersebut.
Shodaqoh sendiri pada dasarnya dapat dilakukan kapan saja, namun adapula hari-hari tertentu di mana umat muslim sangat dianjurkan untuk bershodaqoh sepertihalnya saat hari raya ataupun saat menjalankan puasa Ramadhan. Telah disebutkan dalam sebuah hadist bahwasanya Rasulullah menyebut “Sedekah yang paling baik ialah sedekah pada bulan Ramadhan.” (HR. Tirmidzi). (HAI)
berinteraksi dengan Al-Qur’an

berinteraksi dengan Al-Qur’an

Berinteraksi Dengan Al-Qur’an

Penulis: Dr. Yusuf Qardawi Tanggal: 18.02.2004

‘Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al Kitab (Al Qur’an) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya; sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan akan siksaan yang sangat pedih dari sisi Allah dan memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman, yang mengerjakan amal saleh, bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang baik, mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya.’ ( Al Kahfi: 1-3 Salawat serta salam bagi Nabi yang mu’jizatnya Al Qur’an, imamnya Al Qur’an, akhlaqnya Al Qur’an, dan penghias dadanya, cahaya hatinya juga penghilang kesedihannya adalah Al Qur’an: Nabi Muhammad bin Abdullah, dan keluarganya serta para sahabat

yang beriman dengannya, mendukung dan membantunya, serta mengikuti cahaya yang diturunkan kepadaanya, mereka adalah orang-orang yang beruntung, dan seluruh orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat.

Amma ba’du:

Rabb kita telah memberikan kemuliaan kepada kita –sebagai kaum
Muslimin– dengan menganugerahkan kitab suci yang terbaik yang diturunkan kepada manusia. Rabb kita juga, telah memuliakan kita dengan mengutus nabi yang terbaik yang pernah diutus kepada manusia. Sesuai firman Allah SWT:

‘Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu tiada memahaminya?’ (Al Anbiyaa: 10).

Kitalah, kaum muslimin, satu-satunya umat yang memeliki manuskrip langit yang paling autentik, yang mengandung firman-firman Allah SWT yang terakhir, yang diberikan untuk menjadi petunjuk bagi umat manusia. Dan anugerah itu terus terpelihara dari perubahan dan pemalsuan kata maupun makna. Karena Allah SWT. telah menjamin untuk memeliharanya, dan tidak dibebankan tugas itu kepada siapapun dari sekalian makhluk-Nya:

‘Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.’ (Al Hijr: 9).

Al Qur’an adalah kitab Ilahi seratus persen: ‘(Inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu.’ (Huud:
1)

‘Dan sesungguhnya Al Qur’an itu adalah kitab yang mulia. Yang tidak datang kepadanya (Al Qur’an) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.’ ( Fush-shilat: 41-42)

Tidak ada di dunia ini, suatu kitab, baik itu kitab agama atau kitab biasa, yang terjaga dari perubahan dan pemalsuan, kecuali Al Qur’an.
Tidak ada seorangpun yang dapat menambah atau mengurangi satu hurup-pun darinya.

Ayat-ayatnya dibaca, didengarkan, dihapal dan dijelaskan, sebagaimana bentuknya saat diturunkan oleh Allah SWT kepada nabi Muhammad Saw, dengan perantaraan ruh yang terpercaya (Jibril).

Al Quran berisikan seratus empat belas surah. Seluruhnya dimulai dengan basmalah (bismillahirrahmanirrahim). Kecuali satu surah saja, yaitu surah at Taubah. Ia tidak dimulai dengan basmalah. Dan tidak ada seorang pun yang berani untuk menambahkan basmalah ini pada surah at Taubah, baik dengan tulisan atau bacaan. Karena, dalam masalah Al Qur’an ini, tidak ada tempat bagi akal untuk campur tangan.

Perhatian kaum muslimin terhadap Al Quran sedemikian besarnya, hingga mereka juga menghitung ayat-ayatnya –bahkan kata-katanya, dan malah hurup-hurupnya–. Maka bagaimana mungkin seseorang dapat menambah atau mengurangi suatu kitab yang dihitung kata-kata dan hurup-hurupnya itu?!

Tidak ada di dunia ini suatu kitab yang dihapal oleh ribuan dan puluhan ribu orang, di dalam hati mereka, kecuali Al Qur’an ini, yang telah dimudahkan oleh Allah SWT untuk diingat dan dihapal. Maka tidak aneh jika kita menemukan banyak orang, baik itu lelaki maupun perempuan, yang menghapal Al Qur’an dalam mereka. Ia juga dihapal oleh anak-anak kecil kaum Muslimin, dan mereka tidak melewati satu hurup-pun dari Al Qur’an itu. Demikian juga dilakukan oleh banyak orang non Arab, namun mereka tidak melewati satu hurup-pun dari Al Qur’an itu. Dan salah seorang dari mereka, jika Anda tanya: ‘siapa namamu?’ –dengan bahasa Arab– niscaya ia tidak akan menjawab! (Karena tidak paham bahasa Arab!, penj.). Ia menghapal Kitab Suci Rabbnya semata untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT, meskipun ia tidak memahami apa yang ia baca dan ia hapal, karena ia tertulis dengan bukan bahasanya.

Al Qur’an tidak semata dijaga makna-makna, kalimat-kalimat serta lafazh-lafazhnya saja, namun juga cara membaca dan makhraj hurup-hurupnya. Seperti kata mana yang harus madd (panjang), mana yang harus ghunnah (dengung), izhhar (jelas), idgham (digabungkan), ikhfa
(disamarkan) dan iqlab (dibalik). Atau seperti yang digarap oleh suatu ilmu khusus yang dikenal dengan ‘ilmu tajwid Al Qur’an’.

Hingga rasam (metode penulisan) Al Qur’an, masih tetap tertulis dan tercetak hingga saat ini, seperti tertulis pada era khalifah Utsman bin Affan r.a., meskipun metode dan kaidah penulisan telah berkembang jauh.
Hingga saat ini, tidak ada suatu pemerintah muslim atau suatu organisasi ilmiah pun, yang berani merubah metode penulisan Al Qur’an itu, dan menerapkan kaidah-kaidah penulisan yang berlaku bagi seluruh buku, media cetak, koran dan lainnya yang ditulis dan dicetak, bagi Al Qur’an.

Allah SWT menurunkan Al Qur’an untuk memberikan kepada manusia tujuan yang paling mulia, dan jalan yang paling lurus.

‘Sesungguhnya Al Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus.’ (Al Israa: 9)

‘Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu
pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.’ ( Al Maaidah: 15-16)